Loudry Maspaitella, Selalu Siap Bila Dipanggil

Umpan-umpan Loudry Maspaitella di lapangan selalu memudahkan seorang spiker menyelesaikan tugasnya meraih angka. Bahkan, aksi Loudry saat mengumpan kerap membuat decak kagum para penonton.

Kerendahan hati. Itulah yang menjadi kunci utama bagi Loudryans Arison Maspaitella atau Loudry Maspaitella selama berkarier di dunia bola voli Indonesia. Tak heran, jika pria kelahiran Surabaya, Jawa Timur, 17 September 1969, ini mampu bertahan hampir 23 tahun sebagai pemain tim nasional di posisi tosser atau pengumpan.

Loudry menjelaskan, mengapa seorang tosser harus rendah hari karena posisi tersebut tak jauh beda dengan pelayan. Karena itu, tugas utama pengumpan adalah mampu membaca selera atau sifat dari lima rekan timnya dengan cepat. "Permintaan mereka apa, harus kita layani," kata Loudry.

Sebab jika seorang tosser masuk dalam satu tim dengan membawa egonya sendiri, maka tim tersebut dipastikan akan bubar, kata Lourdy. Pasalnya, ego dia tak akan bisa sejalan dengan kemauan kelima rekan timnya yang sudah pasti berbeda. Tak heran, jika melatih seorang pengumpang menurut Loudry lebih sulit dibandingkan dengan spiker. Jadi tidak perlu kaget, ucap Loudry, jika timnas voli krisis tosser.

Loudry mengaku, sejak bergabung bersama tim nasional junior voli sejak 1984, dia sama sekali tidak pernah berlatih spesialis sebagai seorang tosser. Baru, saat timnas voli dilatih Li Qiujiang asal Cina, Loudry berlatih spesialis tosser. Maklum saja, posisi Mr Li saat masih menjadi pemain adalah seorang tosser. "Makin terasa kemampuan saya," kata Loudry.

Tak hanya kepada pemain seusianya atau yang lebih senior, terhadap pemain junior pun Loudry berusaha selalu rendah hati. Bahkan, lulusan pascasarjana program Administrasi Kebijakan Bisnis Universitas Indonesia ini tak canggung untuk berbauh dengan mereka. "Karena saya tahu mereka bermain dengan saya juga memiliki beban mental seperti yang pernah saya alami," tutur Loudry.

Sebenarnya, Semasa kecil Loudry tidak bercita-cita ingin menjadi pemain voli. Dia justru ingin menjadi pemain sepakbola. Karena itu, waktu duduk di sekolah menengah pertama, Loudry bergabung dengan salah satu klub sepakbola di Jakarta.

Bukan hanya sepakbola dan voli yang dikuasai Loudry. Tenis meja, basket, bulutangkis, dan olahraga lainnya pun bisa dimainkan Loudry. "Tapi yang paling suka sepakbola," tutur pria tiga orang anak ini. Kebisaan Loudry dalam beberapa cabang olahraga tak terlepas dari tempat tinggalnya di daerah Rawamangun, Jakarta Timur, atau kini bernama komplek Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Rawamangun.

Keterlibatan Loudry dalam bola voli bermula saat mengikuti kejuaraan bola voli yunior se-Kotamadya Surabaya. Loudry tampil dalam kejuaraan tersebut setelah diminta oleh sang ayah, Leonard Jonas Maspaitella, agar mau menjadi tosser di klubnya. Loudry pun setuju. Selesai kejuaraan, Loudry pun kembali berlatih sepakbola.

Namun tanpa sepengetahuan Loudry, kejuaraan tersebut ternyata juga sebagai ajang seleksi untuk Pekan Olaharaga Pelajar Seluruh Indonesia (Popsi). Dan Loudry pun terpilih mewakili Jatim di cabang bola voli. Setelah Popsi selesai, lagi-lagi Loudry kembali ke sepakbola.

Tapi tak lama berselang, Loudry yang saat itu duduk di bangku kelas dua SMP ternyata terpilihmasuk tim nasional junior. Di sinilah dia mendapat arahan dari sang ayah. Ketika itu, Leonard mengatakan, kalau Loudry tetap memilih sepakbola, peluang masuk timnas belum terlihat. Sedangkan di voli, dia sudah pasti menjadi pemain timnas. "Akhirnya saya memilih voli," ucap peraih empat medali emas Sea Games ini..

Di usia 14 tahun, Loudry sudah menjadi pemain timnas junior. Hampir enam tahun Loudry berada di timnas voli junior. "Sebenarnya saya sudah ingin dipakai di senior, tetapi ketika itu masih ada Chandra Alim," jelas Loudry. Dia pun akhirnya tetap di timnas junior hingga akhir 1990-an. Apalagi, ketika itu timnas junior juga belum punya tosser selain Loudry.

Bagi Loudry, menjadi seorang tosser mempunyai kenikmatan tersendiri dibandingkan spiker. "Enak melihat teman menyelesaikan umpan kita," tutur Loudry bangga. Meski tosser yang selalu mendapat pujian jika meraih poin, itu tidak membuat Loudry iri. "Bisa menyenangkan teman, apalagi kalau tim menang, itu kepuasan tersendiri," tambah karyawan Bank Negara Indonesia ini.

Sikap itulah yang membawa Loudry terus menjadi nomor satu timnas. Bahkan meski sudah mengundurkan diri, dia kembali dipanggil mengikuti pemusatan latihan nasional (Pelatnas) Sea Games 2007 di Thailand. Walau akhirnya tidak jadi ikut ke Sea Games.

Ya, dengan voli, Loudry sudah mendapatkan segala-galanya. Jalan-jalan gratis ke luar negeri dan mendapat pekerjaan. "Bahkan, sampai saya bisa dikenal orang dan mendapat istri juga karena voli," tegas Loudry bangga. Tak hanya itu, Loudry yang beberapa kali dinobatkan sebagai tosser terbaik Sea Games ini juga pernah mendapat tawaran dari salah satu klub voli di Jepang. Tetapi tawaran itu dia tolak. "Waktu itu saya belum berpikir menggeluti secara profesional," tutur dia.

Atas apa yang diperolehnya berkat voli, dia merasa selalu siap jika dibutuhkan Persatuan Bola Voli Seluruh Indonesia (PBVSI) untuk membantu timnas, terutama melatih tosser. "Seperti ada tanggung jawab moral dalam diri saya," ucap Loudry yang sangat mengidolakan Imam Agus Faisal atau Fafa.

Dikarunia dua putri dan satu putra buah pernikahannya dari R. Fortina Maulina Pasaribu yang juga pemain timnas voli, Loudry mengaku tidak mau memaksakan ketiga anaknya itu mengikuti jejak sang ayah. Menurut Loudry, ada anaknya yang berbakat di atletik. Karena itu, jika sang anak kepingin, dia akan meminta sang kakak, Lourina Henriette Maspaitella yang menjadi pelatih atletik Jatim dan Indonesia, untuk melatih keponakannya.

Loudry mengungkapkan, jika berbicara voli kepada anaknya, mereka akan trauma. "Sebab begitu ngomong voli, berarti yang ada berpisah dengan papanya," jelas dia. Karena itu, setiap libur Loudry selalu mengajak anak-anaknya jalan-jalan. "Hitung-hitung menebus utang kepada anak-anak saya sewaktu saya menjadi pemain," jelas Loudry.(Bogi)